Feeds:
Pos
Komentar

Oleh: Ibnu Adam Aviciena

Ketika pusat perdagangan di Ciceri, Serang, dibongkar untuk dijadikan satu pusat perbelanjaan, para pedagang kecil yang selama ini menempati ruang tersebut pindah ke sepanjang trotoar di pinggir IAIN Banten. Yang terjadi kemudian adalah perampasan ruang publik, di mana pejalan kaki tidak bisa lagi menggunakan trotoar. Mereka kemudian menggunakan jalan raya, yang sebetulnya disiapkan untuk kendaraan. Pengakuan para pedagangan yang menggunakan trotoar, sebagaimana diberitakan media massa, ialah bahwa itu dilakukan karena mereka terpaksa: terpaksa karena harus memberi makan keluarga.
Lanjut Baca »

Oleh Ibnu Adam Aviciena

Apabila kita baca sejarah Banten, kita akan menemukan bahwa sultan Banten terakhir adalah Rafiudin. Pertanyaannya: benarkan Rafiudin adalah sultan Banten terakhir? Sejauh ini buku-buku sejarah Banten mengamukakan demikian. Namun pada tulisan ini saya akan menawarkan satu versi sejarah yang berbeda, bahwa sultan Banten terakhir bukan Rafiudin, melainkan Sultan Muhammad Safiudin. Lalu siapakan Rafiudin yang menggantikan posisi Sultan Muhammad Safiudin itu? Ratu Ayu Mintorosasi Mahayanti Hendrawardani (86), buyut dari Sultan Muhammad Safiudin memberikan penjelasannya kepada penulis di rumahnya di Bintaro Tangerang.
Lanjut Baca »

By Ibnu Adam Aviciena

Baduy people are known with their obedience to their customs. They will perform what their puĂșn or leader commands in the name of custom. They will never marry more than one woman; they will never use the products of modernity, and so on and so forth. If they cannot undertake the customs, they must leave their home town and live in Baduy Luar or Luar Baduy.

However, from my last visit to Baduy in January 2009, I found there was an imagination in the minds of Baduy children. From the fact and other factors, fast or slowly, they will not be able to maintain their customs. Eventually, they will be defeated by their enemy: modernity. Lanjut Baca »

Oleh Ibnu Adam Aviciena

Bagaimana kesusastraan di Banten dan kapan tradisi menulis sastra dimulai di Banten? Dua buah pertanyaan yang sederhana namun tidak mudah untuk dijawab. Kesulitan untuk menjawab dua pertanyaan tersebut berasal dari satu sumber masalah, yaitu lemahnya tradisi mencatat dan menyimpan naskah di masyarakat Banten. Perpustakaan Daerah Banten, perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi, dan perpustakaan-perpustakaan komunitas sama sekali masih belum bisa diandalkan. Ini terbukti dengan tidak tersedianya (secara lengkap) karya tulis orang Banten, termasuk karya sastra.

Lanjut Baca »