Oleh: Ibnu Adam Aviciena
Saat aku masih sekolah di MTsN Cibaliung ada yang bilang kepadaku bahwa aku, juga kawan-kawanku, harus ‘berotak Jerman dan berhati Mekah’—bukan Arab Saudi. Lalu aku juga mendengar pernyataan itu satu dua bulan sebelum aku berangkat ke Belanda. Jerman yang sejak MTs diidentikan dengan teknologi kemarin (12-14/5) aku kunjungi. Jerman yang selama ini aku bayangkan ternyata tidak sedahsyat yang aku bayangkan, paling tidak berdasarkan yang aku lihat selama tiga hari menyusuri Berlin. Namun demikian ada banyak hal menarik yang ingin aku ceritakan, termasuk otak kriminal teman-temanku dan aku yang ikut melakukannya.
Sebelum aku berangkat ke Belanda aku menginginkan bisa berkunjung ke beberapa ibukota negara Eropa, sebut saja ibukota Prancis, Jerman, Itali, Spanyol, dan lain-lain. Ibukota negara Eropa yang aku kunjungi adalah ibukota Belada, Amsterdam. Karena di sanalah pesawat yang aku tumpangi dari Indonesia-Malaysia mendarat. Lalu satu bulan yang lalu aku ngobrol (chatting) dengan temanku. Dia bilang ada tiket murah ke Paris. Aku lalu merencanakan pergi ke sana selama satu hari. Aku dan dia pesan dua tiket masing-masing 34 Euro naik kereta, berangkat pagi pulang sore. Tapi rencana ini tidak terlaksana sebab uang yang aku kirim via bank telat datang. Tiket yang aku pesan dibeli orang.
Kemudian tiga minggu yang lalu aku mendengar temanku yang lain berencana berangkat ke Jerman dan mereka sama sekali tidak pernah mengajak aku. Lalu aku tahu bahwa alasan mereka tidak mengajak aku karena diskon kereta dari Belanda ke Jerman hanya berlaku untuk kelipatan lima. Sehari kemudian aku tahu bahwa tiket kereta ke Jerman untuk mereka berangkat hari itu sudah dibeli orang. Mereka terlambat mengirimkan uangnya. Sebab penyedia layanan perjalanan tidak menerima kiriman uang dari bank tempat kami menyimpan uang.
Tidak lama sejak aku tahu bahwa untuk sementara mereka tidak bisa berangkat ke Jerman, Fauzi temanku dari Sidoarjo mengebel kamarku. Dia menawariku untuk berangkat ke Jerman naik bus. Aku bilang aku ingin ikut. Aku tidak tahu kenapa aku yang pertama kali ditawari dibanding tujuh temanku yang lain. Mungkin yang lain tidak mau, mungkin juga karena aku dekat dengan temanku yang manapun. Satu hal di ini yang ingin aku katakan di sini: sejak kelas satu Aliyah sampai sekarang aku masih menjadi tukang cukur.
Kami berangkat ke Jerman Jumat menjelang malam. Ini perhitungan yang lumayan pas. Setiap dua Selasa ada staff seminar, Rabu kuliah Methods and Principles, Kamis kuliah Text and Transmission, Jum’at kursus bahasa Inggris. Karena itu setelah kursus bahasa Inggris, membeli ekternal hard drive 160 GB dan solat Jumat di masjid Turki, aku dan temanku dari Lombok Ahmad Fathan Aniq belanja di Digros untuk bekal perjalan ke Jerman. Leluconku dengan dia: kami tidak perlu belanja apabila mengadakan perjalanan di Indonesia. Di sini tak ada warteg atau penjual asongan.
Pukul lima kami berenam berangkat dari aparteman kami di Smaragdlaan 2332 JZ menuju stasiun De Vink, stasiun kecil beberapa ratus meter di belakang aparteman kami. Stasiun ini juga tidak terlalu jauh dari Centraal Statiun Leiden. Kami berangkat ke stasiun De Vink mengendarai sepeda. Sepada merupakan kendaraan utama di sini. Tidak hanya mahasiswa yang menggunakan sepeda, para profesor juga biasa mengendarai sepeda ke kampus.
Kami berangkat dari stasiun De Vink menuju Den Haag Centraal sekitar pukul 6 sore. Di sini waktu sangat dihargai betul. Bila dinyatakan kereta berangkat pukul 6 ya pukul 6. Lambat datang ke stasiun artinya harus menunggu kereta berikutnya. Ini bagiku luar biasa. Sekalipun temanku dari Jerman Julia bilang bahwa kereta Belanda bisa terlambat satu menit, sedangkan kereta Jerman tak akan terlambat meskipun setengah menit. Setelah aku merasakan naik kereta Jerman aku bisa menyiyakan apa yang dikatakannya.
Maka aku dan teman-temanku berangkat dari stasiun De Vink menjuju Den Haag Centraal dengan bayangan masing-masing tentang bagaimana itu Jerman. Pada tulisan bagian selanjutnya akan aku ceritakan bagaimana kami tampak katro (bahasa Tukul Arwana untuk kampungan), atau hal yang tidak pantas aku ceritakan tetapi akan tetap aku ceritakan. Khusus yang ini tentang diriku sendiri dan teman-temanku juga belum pada tahu. Apa itu? Sebagaimana kataku, akan aku ceritakan nanti.
Smaragdlaan, 16 April 2007, 9:30 PM
Tadi kuliah terakhir Methods and Princiles. Ada perasaan haru.
Tinggalkan Balasan